Like My Facebook Page

Anda follow blog saya, saya akan follow blog anda kembali. =)

Tazkiyatun Nafs

Satu persoalan timbul dalam benakku,“ Layakkah kita menagih cinta insan seandainya cinta Tuhan belum tergapai?Sedangkan cinta Allah adalah segalanya, cinta Rasul lambang cinta kepada-Nya, cinta ibu bapa tulus selamanya, cinta saudara ukhwah kerana-Nya dan cinta pada’nya’ pelengkap kasih-Nya…Hamparkanlah cinta kepada Yang Selayaknya..Jadi,jika mengharap cinta sejati, dambalah kasih Ilahi, itulah cinta hakiki..tepuk dada, tanya iman, tanya akal fikiran, tanya hati, tanya diri sendiri…Sejauh manakah taraf cinta kita ini? ”
gravatar

Keaiban Yang Ditutup Allah


Kita sebagai manusia merupakan makhluk yang bersifat lemah dan hamba yang penuh dengan kebergantungan kepada Allah SWT. Sepanjang kita hidup saban hari, kita tidak mungkin terlepas daripada melakukan dosa. Dosa yang kita lakukan itu boleh jadi secara terang-terangan atau secara sembunyi-sembunyi. Dosa yang terang-terangan akan mengundang rasa malu kita terhadap orang lain, melainkan jika hati kita sudah menjadi sekeras batu.

Oleh itu, kita lebih banyak melakukan dosa yang tersembunyi. Dosa yang tidak siapa tahu melainkan kita dan Allah.

Daripada An Nawas bin Sam'an RA, Nabi SAW bersabda: "

Kebajikan itu keluhuran akhlak sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya." (HR Muslim)

Kalau dibukakan segala dosa yang kita lakukan, tentu tidak akan ada sesiapa yang akan menghormati kita. Kalau Allah membuka segala dosa yang kita lakukan sembunyi-sembunyi baik dalam pandangan, pendengaran, perbuatan, ataupun lintasan hati, nescaya tidak akan ada pun manusia yang mahu memuji kita. Pujian yang manusia berikan adalah atas zahir yang terlihat mata. Namun, kita tentu lebih mengenali diri sendiri dan lebih tahu bagaimana status kita.

Apakah kita berasa sangat suci sehingga tidak pernah melakukan dosa di belakang manusia atau diri kita ini penuh dengan dosa rahsia? Misalnya di saat kita seorang diri melayari internet dan tidak ada mata lain yang melihat, apakah kita sudah melepasi batas penglihatan yang diizinkan Allah? Bagaimana dengan prasangka buruk dalam hati kita yang telah dilemparkan kepada sekian banyak manusia lain tanpa pengetahuan mereka? Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan kita tatkala berseorangan? Astaghfirullahalaziim, banyak sangat dosa kita!

Firman Allah:

"...Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi..." (Surah Al-An'am:151)

Allah Maha Penyayang dan Dia tahu betapa lemahnya kita. Lalu Dia menutup keaiban-keaiban kita sehingga kita mampu berjalan di tengah-tengah manusia tanpa rasa malu, sekalipun kita telah melakukan segunung dosa di belakang mereka. Namun, adalah sesuatu yang sangat takabur jika dengan Allah pun kita tidak berasa malu. Bukankah Allah mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia lain tentang diri kita? Maka, setiap kali kita ingin melakukan dosa di belakang manusia, ingatlah bahawa ada Allah yang lebih patut kita rasa malu kepadaNya berbanding manusia.

Mengapa? Kerana di akhirat kelak bukan manusia yang akan menghitung amalan kita. Allah yang paling tahu tentang diri kita dan Dia jugalah yang akan menghitung amalan kita. Hanya dengan rahmatNya kita akan dimasukkan ke dalam syurga. Kalau kita merasakan lindungan Allah ke atas keaiban kita itu adalah satu zon selesa, maka kita silap. Boleh jadi keaiban yang Allah tutup sementara atas muka bumi ini akan dibukakan kepada seluruh umat manusia di akhirat kelak jika kita tak benar-benar bertaubat kepadaNya.

Kadang-kadang kita suka mencanangkan dosa orang lain, sekalipun dosa tersebut tidak diceritakannya kepada orang lain, hanya kepada kita. Ingatlah akan sebuah hadith:

Daripada Abu Hurairah r.a. berkata:

"...Dan sesiapa yang menutup keaiban seorang muslim maka Allah ta'ala akan menutup keaibannya di dunia dan di akhirat. Dan Allah Ta'ala akan sentiasa menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya..." (HR Muslim)

Hadis ini menyeru kita untuk memelihara keaiban orang lain. Sebagai timbal balik, Allah akan menutup keaiban kita di dunia dan di akhirat. Subhanallah! Masihkah kita berhajat untuk mencanangkan dosa orang lain sehingga Allah juga akan membuka keaiban kita nanti? Malulah kepada Allah, takutlah kepada ancaman Allah. Jika kita hanya malu kepada manusia, kita tidak akan malu berbuat dosa di belakang mereka. Namun jika kita malu kepada Allah, kita akan sentiasa memelihara diri daripada dosa, dalam terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

Waspadalah akan firman Allah:

"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui." (Surah An-Nuur: 19)

Apabila Allah telah menutup keaiban kita, janganlah pula kita yang membukanya. Setelah selesai dosa sembunyi-sembunyi kita, janganlah diceritakan kepada orang lain. Renungilah sebuah hadis di bawah:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Seluruh umatku akan diampuni dosa-dosa kecuali orang-orang yang terang-terangan (berbuat dosa). Di antara orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang pada waktu malam berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada manusia dosa yang dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya.

Ia berkata, "Wahai fulan, semalam aku berbuat ini dan itu". Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah." (Muttafaqun ‘alaih HR Bukhari dan Muslim).

Sungguh, Allah sentiasa menginginkan kebaikan bagi kita. Allah sentiasa membuka peluang dan ruang bagi kita untuk kembali bertaubat atas dosa yang kita lakukan di sebalik tabir. Namun, kita yang sebenarnya tidak mengambil peluang dan tidak menghargai tutupan-tutupan aib tersebut oleh Allah SWT. Setelah apa yang Allah lindungi daripada sekian banyak keaiban kita, apakah tidak wajar untuk kita bersyukur dan bertaubat? Renung-renungkan dan muhasabahlah diri kita, insyaAllah.